BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat diri. (Suddart, & Brunner, 2002).
Demensia tipe alzheimer (DAT) adalah proses degeneratif yang terjadi pertama-tama pada sel yang terletak pada dasar dari otak depan yang mengirim informasi ke korteks serebral dan hipokampus. (Doenges, 2000)
Penyakit alzheimer merupakan degeneratif progresif dimana patologi primernya adalah pembentukan plak neuritis disekeliling neuron dan turunnya kadar asetilkolin di otak. (Engram, 1999)
Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun. (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003).
Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65 tahun keatas.
2
Epidemiologi / Insiden kasus
Di Amerika, sekitar 4 juta orang menderita penyakit ini. Angka prevalansi berhubungan erat dengan usia. Sekitar 10% populasi diatas 65 tahun menderita penyakit ini. Bagi individu berusia diatas 85 tahun, angka ini meningkat sampai 47,2%. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit yang semakin bertambah banyak. Insiden kasus alzheimer meningkat pesat sehingga menjadi epidemi di Amerika dengan insiden alzheimer sebanyak 187 : 100.000 per tahun dan penderita alzheimer 123 : 100.000 per tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki.
2.3 Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
2.2 Epidemiologi / Insiden kasus
Di Amerika, sekitar 4 juta orang menderita penyakit ini. Angka prevalansi berhubungan erat dengan usia. Sekitar 10% populasi diatas 65 tahun menderita penyakit ini. Bagi individu berusia diatas 85 tahun, angka ini meningkat sampai 47,2%. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit yang semakin bertambah banyak. Insiden kasus alzheimer meningkat pesat sehingga menjadi epidemi di Amerika dengan insiden alzheimer sebanyak 187 : 100.000 per tahun dan penderita alzheimer 123 : 100.000 per tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki.
2.3 Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Di Amerika, sekitar 4 juta orang menderita penyakit ini. Angka prevalansi berhubungan erat dengan usia. Sekitar 10% populasi diatas 65 tahun menderita penyakit ini. Bagi individu berusia diatas 85 tahun, angka ini meningkat sampai 47,2%. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit yang semakin bertambah banyak. Insiden kasus alzheimer meningkat pesat sehingga menjadi epidemi di Amerika dengan insiden alzheimer sebanyak 187 : 100.000 per tahun dan penderita alzheimer 123 : 100.000 per tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki.
2.3 Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
4 Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron – neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak.
2.5 Gejala Klinis
Berlangsung lama dan bertahap, sehingga pasien dan keluarga tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya penyakit.
1. Terjadi pada usia 40-90 tahun.
2. Tidak ada kelainana sistemik atau penyakit otak lainnya.
3. Tidak ada gangguan kesadaran.
4. Perburukan progresif fungsi bahasa, keterampilan motorik dan persepsi.
5. Riwayat keluarga Alzheimer, parkinson, diabetes melitus, hipertensi dan kelenjar tiroid.
Gejala klinis dapat terlihat sebagai berikut :
1. Kehilangan daya ingat/memori
Pada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu adalah tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama tetangganya tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.
2. Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa
Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan menyiapkan makanan.
3. Kesulitan berbahasa.
Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata yang tepat, tetapi penderita Alzheimer lupa akan kata-kata yang sederhana atau menggantikan suatu kata dengan kata yang tidak biasa.
4. Disorientasi waktu dan tempat.
Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi penderita Alzheimer dapat tersesat pada tempat yang sudah familiar untuknya, lupa di mana dia saat ini, tidak tahu bagaimana cara dia sampai di tempat ini, termasuk juga apakah saat ini malam atau siang.
5. Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif
Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin atau sebaliknya.
6. Salah menempatkan barang.
Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet atau kunci. Penderita Alzheimer dapat meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak biasa, misal jam tangan pada kotak gula.
7. Perubahan tingkah laku.
Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu. Penderita Alzheimer dapat berubah mood atau emosi secara tidak biasa tanpa alasan yang dapat diterima.
8. Perubahan perilaku
Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan menjadi mudah curiga, mudah tersinggung, depresi, apatis atau mudah mengamuk, terutama saat problem memori menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu.
9. Kehilangan inisiatif
Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau tidak menunjukan minat pada hobi yang selama ini ditekuninya.(Yulfran, 2009)
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:
2.7.1 Pemeriksaan Neuropsikologik
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
2.7.2 CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.
2.7.3 EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang subklinis.
1. PET (Positron Emission Tomography)
1. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
2.7.1 Laboratorium darah
pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skrining antibody yang dilakukan secara selektif. (Yulfran, 2009)
2.8 Tindakan Penanganan/Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.
1) Inhibitor kolinesterase
Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral
2) Thiamin
Tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3) Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik.
Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar.
4) Klonidin
Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5) Haloperiodol
Haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut
Bila penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
6) Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzym ALC transferase.
Tujuan : meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
2.9 Pencegahan
Para ilmuwan berhasil mendeteksi beberapa faktor resiko penyebab Alzheimer, yaitu : usia lebih dari 65 tahun, faktor keturunan, lingkungan yang terkontaminasi dengan logam berat, rokok, pestisida, gelombang elektromagnetic, riwayat trauma kepala yang berat dan penggunaan terapi sulih hormon pada wanita. Dengan mengetahui faktor resiko di atas dan hasil penelitian yang lain, dianjurkan beberapa cara untuk mencegah penyakit Alzheimer, di antaranya yaitu :
1. Bergaya hidup sehat, misalnya dengan rutin berolahraga, tidak merokok maupun mengkonsumsi alkohol.
2. Mengkonsumsi sayur dan buah segar. Hal ini penting karena sayur dan buah segar mengandung antioksidan yang berfungsi untuk mengikat radikal bebas. Radikal bebas ini yang merusak sel-sel tubuh.
3. Menjaga kebugaran mental (mental fitness). Istilah ini mungkin masih jarang terdengar. Cara menjaga kebugaran mental adalah dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan.