Minggu, 16 September 2012

Pneumonia


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pneumonia
2.1.1 Pengertian Pneumonia
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI, 2002).
Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit (Depkes, 1991).
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing (perawatan anak sakit, 1997)
Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru (kapita selekta kedokteran, jilid 2)
2.1.2 Penyebab Pneumonia
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
  1. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).
  1. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
  1. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
  1. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).
2.1.3 Faktor Risiko Penyebab Terjadinya Pneumonia
Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita (Depkes, 2004), diantaranya :
  1. Faktor risiko yang terjadi pada balita
Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :
  1. Status gizi
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia (Dailure, 2000).
  1. Status imunisasi
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita (Depkes RI, 2004). Salah satu strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan imunisasi.
  1. Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia pada balita (Dailure, 2000).
  1. Umur Anak
Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit (Daulaire, 2000).
  1. Faktor Lingkungan
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang kotor tersebut (Depkes RI, 2004), yang berpengaruh diantaranya :
  1. Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan penghawaan dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen (Semedi, 2001).
  1. Polusi Udara
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor (Lubis, 1989).

2.1.4 Klasifikasi Pneumonia
  1. Berdasarkan Umur
  1. Kelompok umur < 2 bulan
·         Pneumonia berat
Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC), pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.
·         Bukan pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
  1. Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun
·         Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.
·         Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.
·         Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan dinding dada.
·         Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding dada.
·         Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan (WHO, 2003).
  1. Menurut anatomis
a.       pneumonia lobaris
Biasanya gejala penyakit secara mendadak, tapi kadang-kadang didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas. Pada anak besar sering disertai badan menggigil dan dan pada bayi dapat disertai kejang. Suhu naik cepat sampai 39-40°C dan suhu ini biasanya menunjukkan febris kontinu. Napas menjadi sesak, disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut serta rasa nyeri pada dada. Anak lebih suka tiduran pada dada yang sakit. Batuk mula-mula kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang khas tampak setelah 1-2hari. Pada inspeksi dan palpasi tampak pergeseran toraks yang terkena berkurang. Pada permulaan suara pernapasan melemah sedangkan pada perkusi jelas terdengar tidak jelas ada kelainan. Setelah terjadi kongesti, ronki basah nyaring terdengar yang segera menghilang setelah terjadi konsolidasi, kemudian pada perkusi jelas terdengar keredupan dengan suara pernapasan sub-bronkial sampai bronchial. Pada stadium resolusi ronki terdengar lebih jelas. Tanpa pengobatan dapat sembuh dengan krisis 5-9hari.
b.      Bronkopneumonia
Biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40°C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dipsneu. Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari, mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung, harus dipikirkan kemungkinan pneumonia. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisis tergantung pada luas daerah yang terkena.
  1. Berdasarkan etiologi
a.       Pneumonia stapilokokus
Disebabkan oleh stafilokokus aureus, tergolong pneumonia yang berat karena menjadi progresif dan resisten terhadap pengobatan. Pada umumnya pneumonia ini diderita bayi, yaitu 30% dibawah umur 3 bulan dan 70% sebelum 1 tahun. Seringkali terjadi abses paru (abses multiple), pneumatocel, atau empiema. Pengobatan diberikan antibiotika yang mempunyai spectrum luas yang kiranya belum resisten. Untuk infeksi stapilokokus yang membuat penicillinase, dapat diberikan kloksasilin atau linkomisin. Pengobatan diteruskan sampai ada perbaikan dan menurut pengalaman rata-rata 3 minggu.
b.      Pneumonia streptokokus
Grup A sterptokokus hemolitikus biasanya menyebabkan infeksi traktus respiratorius bagian atas, tetapi kadang=kadang dapat juga menimbulkan pneumonia. Pneumonia streptokokus sering merupakan komplikasi penyakit virus seperti influenza, campak, cacar air dan infeksi bakteri lain seperti pertusis, pneiumonia pneumokokus. Pengobatannya ialah dengan penicillin
c.       Pneumonia bacteria gram negative
Bakteri gram negative yang biasanya menyebabkan pneumonia ialah hemopilus influenza, basil friedlander (klebsiella pneumonia) dan pseudomonas aeruginosa. Angka kejadian pneumonia ini sangat rendah ( kurang dari 1%), akan tetapi mulai meningkat selama beberapa tahun ini karena penggunaan antibiotic yang sangat luas dan kontaminasi alat rumah sakit seperti humidifier, alat oksigen dan sebagainya. Secara klinis, pneumonia sukar dibedakan dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain dan hanya dapat ditentukan dengan kembangbiakan. Pneumonia yang disebabkan hemopilus influenza pada bayi dan anak kecil merupakan penyakit yang berat sering menimbulkan komplikasi seperti bakteri, empiema, perikarditis, selulitis, dan meningitis. Obat yang terpilih ialah ampicillin dengan dosis 150 mg/kg BB/hari dengan klorafenikol.
d.      Pneumonia klebsiela
Biasanya dijumpai pada orang tua dan pada penderita diabetes  mellitus, bronkietktasis dan tuberculosis. Bayi dapat menderita penyakit ini karena kontaminasi alat dirumah sakit. Penyakit ini dapat menjadi progesif dan menimbulkan abses. Komplikasi seperti empiema, bakterinya biasanya dijumpai. Obat terpilih untuk mengatasi infeksi ini ialah kanamisin 7,5mg/kgBB/12jam untuk 10-12 hari atau gentamisin.
e.       Pneumonia pseudomonas aeroginosa
Merupakan bronkopneumonia berat, progesif disertai dengan nekrosis dan biasanya menimbulkan kematian. Biasanya ditemukan sebagai infeksi.
2.1.5 PATOFISIOLOGI PNEUMONIA
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa mekanisme yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya. Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus.
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.

2.1.6. Gejala Klinis dan Tanda Pneumonia
  1. Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).
  1. Tanda
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain :
a.       Batuk nonproduktif
b.      Ingus (nasal discharge)
c.       Suara napas lemah
d.      Penggunaan otot bantu napas
e.       Demam
f.       Cyanosis (kebiru-biruan)
g.      Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar
h.      Sakit kepala
i.        Kekakuan dan nyeri otot
j.        Sesak napas
k.      Menggigil
l.        Berkeringat
m.    Lelah
n.      Terkadang kulit menjadi lembab
o.      Mual dan muntah
2.1.7        Pemeriksaan Penunjang
  1. Sinar X : mengidentifikasikan distribusi structural ( misal : lobar, bronchial ) ;dapat juga menyatakan abses )
  2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah : untuk dapat mengidentifikasi semua organ yang ada.
  3. Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus
  4. Pemeriksaan fungsi paru : untuk mengetahui paru-paru menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
  5. Biopsi paru : untuk menetapkan diagnosis.
  6. Spirometrik static : untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
  7. Bronkostopi : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
2.1.8        Penatalaksanaan
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :
1.      Penicillin G : untuk infeksi pneumonia staphilokokus
2.      Amantadine, rimantadine : untuk infeksi pneumonia virus
3.      Eritromisin, tetrasiklin, derivate tetrasiklin : untuk infeksi pneumonia mycoplasma
4.      Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukan tanda-tanda
5.      Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia
6.      Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori cukup
2.1.9        Pencegahan Penyakit Pneumonia
Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau keluarga terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh kebersihan di dalam dan di luar rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk menghindari terjadinya penyakit pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia :
  1. Perawatan selama masa kehamilan
Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.
  1. Perbaikan gizi balita
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita yang tidak mendapatkannya.
  1. Memberikan imunisasi lengkap pada anak
Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.
  1. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk.
Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai dengan napas cepat/sesak napas.
  1. Mengurangi polusi di dalam dan di luar rumah
Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap diturunkan dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur serta membuat lubang ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas, cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor yang memberi kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia.
  1. Menjauhkan balita dari penderita batuk.
Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk. Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada orang lain. Karena bentuk penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan menderita salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.
2.1.10    Prognosis
Prognosis untuk tiap orang berbeda tergantung dari jenis pneumonia, pengobatan yang tepat, ada tidaknya komplikasi dan kesehatan orang tersebut.
2.1.11    Komplikasi
1.      Efusi pleura dan empiema
Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi bacterial akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar 60%, staphilokokus aurens 50%, S.pneumonia 40-60%, kuman anaerob 35%, sedangkan pada mycoplasma pneumonia sebesar 20%. Cairannya transudat dan steril, terkadang pada infeksi bacterial terjadi empiema dengan cairan eksudat.
2.      Komplikasi sistemik
Dapat terjadi akibat imvasi kuman atau bakteri berupa meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik, peningkatan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peningkatan fosfatase alkali dam bilirubin akibat adanya kolestatis intrahepatik.
3.      Hipoksemia akibat gangguan disfusi.
4.      Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia pada masa anak-anak tetapi dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau hipogamaglobulinemia. Tuberkolosis atau pneumonia nekrotikans.











BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1  Pengkajian
  1. Identitas klien
Nama                           :
Umur                           :
Alamat                        :
Pendidikan                  :
Jenis kelamin               :
Agama                         :
Status perkawinan       :
Tanggal pengkajian     :
Riwayat keluarga        :
Riwayat kesehatan sekarang   :
Riwayat kesehatan terdahulu :
Riwayat kesehatan keluarga   :
Pemeriksaan fisik                    :
  1. Aktivitas
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
  1. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardi, penampilan kemerahan, atau pucat.
  1. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes militus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi).
  1. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah firontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
  1. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkatkan oleh batuk), imralgi, artralgi.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan)
  1. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
a.       Sputum : merah muda, berkarat
b.      Perpusi : pekak datar area yang konsolidasi
c.       Premikus : taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
d.      Bunyi nafas menurun
e.       Warna : pucat/sianosis bibir dan kuku
  1. Keamanan
Geajala : riwayat gangguan system imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda :berkeringat, menggigil berulang, gemetar
  1. Penyuluhan
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alcohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rata-rata lama dirawat 6-8 hari
Rencana pemulangan : bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah
3.2  Diagnosa keperawatan
  1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan terbentuknya eksudat pada alveoli, peningkatan produksi sputum
  2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kapasitas vital menurun
  3. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler untuk mengeluarkan toksin dan batuk presisten
  4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang banyak (demam) dan penurunan intake oral

3.3  Intervenai
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan terbentuknya eksudat pada alveoli, peningkatan produksi sputum
Tujuan : jalan nafas kembali bersih dan efektif
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji jumlah atau kedalaman pernafasan dan pergerakan dada
Evaluasi awal untuk melihat kemajuan dari hasil intervensi yang telah dilakukan
Elevasi kepala, sering ubah posisi
Diafragma yang lebih rendah akan membantu dalam meningkatkan ekspansi dada, pengisian udara, mobilisasi
Bantu klien dalam melakukan teknik nafas dalam
Nafas dalam memfasilitasi ekspansi maksimum paru-paru atau saluran udara kecil. Menahan dada akan membantu untuk mengurangi ketidaknyamanan dan posisi tegak lurus akan memberikan tekanan lebih untuk batuk

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kapasitas vital menurun
Tujuan : pertukaran gas dapat teratasi
INTERVENSI
RASIONAL
Observasi warna kulit, membrane mukosa dan kuku, catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat
Sianosis kuku menggambarkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam
Pertahankan bedrest. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik selaksasi dan aktivitas diversi ( hiburan)
Mencegah kelelahan dan mengurangi konsumsi oksigen untuk memfasilitasi resolusi infeksi
Kaji tingkat kecemasan. Anjurkan untuk menceritakan secara verbal. Monitor keadaan klien sesering mungkin, atur pengunjung tinggal bersama klien
Kecemasan merupakan manifestasi dari psikologis respon terhadap hipoksia. Memberikan ketentraman dan meningkatkan perasaan aman akan mengurangi masalah psikologis.
Kolaborasi
Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misal masker
Pemberian terapi oksigen untuk memelihara PaO2 diatas 60 mmHg, oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi dari klien

Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler untuk mengeluarkan toksin dan batuk presisten
Tujuan : nyeri dapat teratasi
INTERVENSI
RASIONAL
Tentukan karakteristik nyeri
Nyeri dada biasanya timbul dalam beberapa tingkatan, dapat juga menunjukan adanya komplikasi dari pneumonia
Berikan tindakan kenyamanan misal back rubs, perubahan posisi, music lembut
Non analgesic tindakan dengan sentuhan akan meringankan efek terapai analgesic
Kolaborasi
Berikan analgesic dan antitusif atas indikasi
Obat ini digunakan untuk menekan batuk nonproduktif dan mereduksi mucus yang berlebihan

Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang banyak (demam) dan penurunan intake oral
Tujuan : mendemonstrasikan keseimbangan cairan dengan tanda-tanda normal misal membran mukosa lembab, tanda  vital stabil dan capillary refill cepat kembali
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji turgor kulit, kelembaban dari membran mukosa ( bibir, lidah )
Indikator langsung terhadap kekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut yang kering bias dikarenakan pernapasan mulut dan oksigen suplemen
Monitor intake dan output, catat warna dan karakter urine. Jumlahkan balance cairan. Perhatikan terhadap IWL
Memberikan informasi tentang adekuat volume cairan dan kebutuhan untuk penggantian
Berikan cairan +2500 ml/hari atau sesuai kebutuhan individu
Untuk mengembalikan pada kebutuhan cairan tubuh normal mengurangi resiko dehidrasi





DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.
Mansjoer, arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, jilid II. Media Aesculapius. Jakarta.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Riyadi sujono, suharsono. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Gosyen publishing. yogyakarta

1 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar