BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Pneumonia
2.1.1
Pengertian Pneumonia
Pneumonia
adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya
disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk,
demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA)
semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia
(Depkes RI, 2002).
Pneumonia
merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat. Napas
sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas
cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk balita
umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu
menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih
per menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih per
menit (Depkes, 1991).
Pneumonia
adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur, dan benda asing (perawatan anak sakit, 1997)
Pneumonia
adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru
(kapita selekta kedokteran, jilid 2)
2.1.2
Penyebab Pneumonia
Pneumonia
yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus,
mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
- Bakteri
Pneumonia
yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya
bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae
sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh
sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan
menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi,
berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya meningkat cepat
(Misnadiarly, 2008).
- Virus
Setengah
dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).
Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas,
pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian
besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun
bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan
kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
- Mikoplasma
Mikoplasma
adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia.
Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski
memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat
ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling
sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah,
bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
- Protozoa
Pneumonia
yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis. Termasuk
golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia
pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya
dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat
cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii
pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).
2.1.3
Faktor Risiko Penyebab Terjadinya Pneumonia
Banyak
faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita (Depkes,
2004), diantaranya :
- Faktor risiko yang terjadi pada balita
Salah satu
faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat ringannya penyakit
adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut dapat dipengaruhi
oleh beberapa hal diantaranya :
- Status gizi
Keadaan gizi
adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia. Tingkat pertumbuhan
fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan
gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan
beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia (Dailure, 2000).
- Status imunisasi
Kekebalan dapat
dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita umur 5-9 bulan,
dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan
kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi untuk
tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita (Depkes RI, 2004). Salah
satu strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat
pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan
imunisasi.
- Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
Asi yang
diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan makanan bayi juga
berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena dapat mencegah
pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi
salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia pada balita
(Dailure, 2000).
- Umur Anak
Umur merupakan
faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia. Risiko untuk terkena
pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih
tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna
dan lumen saluran napas yang masih sempit (Daulaire, 2000).
- Faktor Lingkungan
Lingkungan
khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko terjadinya
pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak mempunyai sarana
air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan berbagai kuman penyakit
menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang kotor
tersebut (Depkes RI, 2004), yang berpengaruh diantaranya :
- Ventilasi
Ventilasi
berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari
ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan penghawaan dengan
persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan
naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan media untuk
berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen (Semedi, 2001).
- Polusi Udara
Pencemaran udara
yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh polusi di dalam dapur. Asap
dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada
balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat disebabkan oleh karena asap
rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran yang tidak
sempurna dari kendaraan bermotor (Lubis, 1989).
2.1.4
Klasifikasi Pneumonia
- Berdasarkan Umur
- Kelompok umur < 2 bulan
·
Pneumonia
berat
Bila
disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika sebelumnya
menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun,
stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh
yang rendah (di bawah 35,5 ºC), pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit,
penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea,
distensi abdomen dan abdomen tegang.
·
Bukan
pneumonia
Jika
anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak terdapat
tanda pneumonia seperti di atas.
- Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun
·
Pneumonia
sangat berat
Batuk
atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak dapat
minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.
·
Pneumonia
berat
Batuk
atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai
sianosis sentral dan dapat minum.
·
Pneumonia
Batuk
atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan dinding dada.
·
Bukan
pneumonia (batuk pilek biasa)
Batuk
atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding dada.
·
Pneumonia
persisten
Balita
dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari
dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat
penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan
(WHO, 2003).
- Menurut anatomis
a.
pneumonia
lobaris
Biasanya
gejala penyakit secara mendadak, tapi kadang-kadang didahului oleh infeksi
traktus respiratorius bagian atas. Pada anak besar sering disertai badan
menggigil dan dan pada bayi dapat disertai kejang. Suhu naik cepat sampai 39-40°C dan suhu ini
biasanya menunjukkan febris kontinu. Napas menjadi sesak, disertai pernapasan
cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut serta rasa nyeri pada dada.
Anak lebih suka tiduran pada dada yang sakit. Batuk mula-mula kering kemudian
menjadi produktif.
Pada
pemeriksaan fisik, kelainan yang khas tampak setelah 1-2hari. Pada inspeksi dan
palpasi tampak pergeseran toraks yang terkena berkurang. Pada permulaan suara
pernapasan melemah sedangkan pada perkusi jelas terdengar tidak jelas ada
kelainan. Setelah terjadi kongesti, ronki basah nyaring terdengar yang segera
menghilang setelah terjadi konsolidasi, kemudian pada perkusi jelas terdengar
keredupan dengan suara pernapasan sub-bronkial sampai bronchial. Pada stadium
resolusi ronki terdengar lebih jelas. Tanpa pengobatan dapat sembuh dengan
krisis 5-9hari.
b.
Bronkopneumonia
Biasanya
didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu
dapat naik sangat mendadak sampai 39-40°C dan mungkin
disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dipsneu.
Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk
biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk
setelah beberapa hari, mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada
stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan
adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar
mulut dan hidung, harus dipikirkan kemungkinan pneumonia. Pada bronkopneumonia,
hasil pemeriksaan fisis tergantung pada luas daerah yang terkena.
- Berdasarkan etiologi
a.
Pneumonia
stapilokokus
Disebabkan oleh
stafilokokus aureus, tergolong pneumonia yang berat karena menjadi progresif
dan resisten terhadap pengobatan. Pada umumnya pneumonia ini diderita bayi,
yaitu 30% dibawah umur 3 bulan dan 70% sebelum 1 tahun. Seringkali terjadi
abses paru (abses multiple), pneumatocel, atau empiema. Pengobatan diberikan
antibiotika yang mempunyai spectrum luas yang kiranya belum resisten. Untuk
infeksi stapilokokus yang membuat penicillinase, dapat diberikan kloksasilin
atau linkomisin. Pengobatan diteruskan sampai ada perbaikan dan menurut
pengalaman rata-rata 3 minggu.
b.
Pneumonia
streptokokus
Grup A
sterptokokus hemolitikus biasanya menyebabkan infeksi traktus respiratorius
bagian atas, tetapi kadang=kadang dapat juga menimbulkan pneumonia. Pneumonia
streptokokus sering merupakan komplikasi penyakit virus seperti influenza,
campak, cacar air dan infeksi bakteri lain seperti pertusis, pneiumonia
pneumokokus. Pengobatannya ialah dengan penicillin
c.
Pneumonia
bacteria gram negative
Bakteri gram
negative yang biasanya menyebabkan pneumonia ialah hemopilus influenza, basil
friedlander (klebsiella pneumonia) dan pseudomonas aeruginosa. Angka kejadian
pneumonia ini sangat rendah ( kurang dari 1%), akan tetapi mulai meningkat
selama beberapa tahun ini karena penggunaan antibiotic yang sangat luas dan
kontaminasi alat rumah sakit seperti humidifier, alat oksigen dan sebagainya.
Secara klinis, pneumonia sukar dibedakan dari pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri lain dan hanya dapat ditentukan dengan kembangbiakan. Pneumonia yang
disebabkan hemopilus influenza pada bayi dan anak kecil merupakan penyakit yang
berat sering menimbulkan komplikasi seperti bakteri, empiema, perikarditis,
selulitis, dan meningitis. Obat yang terpilih ialah ampicillin dengan dosis 150
mg/kg BB/hari dengan klorafenikol.
d.
Pneumonia
klebsiela
Biasanya
dijumpai pada orang tua dan pada penderita diabetes mellitus, bronkietktasis dan tuberculosis.
Bayi dapat menderita penyakit ini karena kontaminasi alat dirumah sakit.
Penyakit ini dapat menjadi progesif dan menimbulkan abses. Komplikasi seperti
empiema, bakterinya biasanya dijumpai. Obat terpilih untuk mengatasi infeksi
ini ialah kanamisin 7,5mg/kgBB/12jam untuk 10-12 hari atau gentamisin.
e.
Pneumonia
pseudomonas aeroginosa
Merupakan bronkopneumonia
berat, progesif disertai dengan nekrosis dan biasanya menimbulkan kematian.
Biasanya ditemukan sebagai infeksi.
2.1.5
PATOFISIOLOGI PNEUMONIA
Sebagian besar
pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa mekanisme
yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius
difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel
bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru,
partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan
mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan
juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat
melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami
pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat
atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami
aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada
anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat
mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang
normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas.
Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan
pneumonia virus.
Kemungkinan
lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal
dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah.
Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di
saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang
lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis
dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus
herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber
terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai
parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi
eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di
alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli
menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma,
dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada
struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel
epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.
2.1.6.
Gejala Klinis dan Tanda Pneumonia
- Gejala
Gejala penyakit
pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut selama
beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat
mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak
kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita
juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit
kepala (Misnadiarly, 2008).
- Tanda
Menurut
Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain :
a.
Batuk
nonproduktif
b.
Ingus
(nasal discharge)
c.
Suara
napas lemah
d.
Penggunaan
otot bantu napas
e.
Demam
f.
Cyanosis
(kebiru-biruan)
g.
Thorax
photo menujukkan infiltrasi melebar
h.
Sakit
kepala
i.
Kekakuan
dan nyeri otot
j.
Sesak
napas
k.
Menggigil
l.
Berkeringat
m.
Lelah
n.
Terkadang
kulit menjadi lembab
o.
Mual
dan muntah
2.1.7
Pemeriksaan
Penunjang
- Sinar X : mengidentifikasikan distribusi structural ( misal : lobar, bronchial ) ;dapat juga menyatakan abses )
- Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah : untuk dapat mengidentifikasi semua organ yang ada.
- Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus
- Pemeriksaan fungsi paru : untuk mengetahui paru-paru menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
- Biopsi paru : untuk menetapkan diagnosis.
- Spirometrik static : untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
- Bronkostopi : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
2.1.8
Penatalaksanaan
Pengobatan
diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu perlu
waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :
1.
Penicillin
G : untuk infeksi pneumonia staphilokokus
2.
Amantadine,
rimantadine : untuk infeksi pneumonia virus
3.
Eritromisin,
tetrasiklin, derivate tetrasiklin : untuk infeksi pneumonia mycoplasma
4.
Menganjurkan
untuk tirah baring sampai infeksi menunjukan tanda-tanda
5.
Pemberian
oksigen jika terjadi hipoksemia
6.
Bila
terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori cukup
2.1.9
Pencegahan
Penyakit Pneumonia
Untuk
mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau keluarga
terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh kebersihan
di dalam dan di luar rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk menghindari
terjadinya penyakit pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya untuk mencegah
terjadinya penyakit pneumonia :
- Perawatan selama masa kehamilan
Untuk mencegah
risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi ibu selama kehamilan
dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi kesehatan ibu dan
pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan terhadap hal-hal yang
memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.
- Perbaikan gizi balita
Untuk mencegah
risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena malnutrisi, sebaiknya
dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai umur 2 tahun. Karena
ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor
antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi
virus dan bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif
lebih tahan infeksi dibanding balita yang tidak mendapatkannya.
- Memberikan imunisasi lengkap pada anak
Untuk mencegah
pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi yang memadai, yaitu
imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis,
Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.
- Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk.
Balita yang
menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai untuk mencegah
terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai dengan napas
cepat/sesak napas.
- Mengurangi polusi di dalam dan di luar rumah
Untuk mencegah
pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap diturunkan dengan cara mengganti
bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur serta membuat lubang
ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca
panas, cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor yang
memberi kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia.
- Menjauhkan balita dari penderita batuk.
Balita sangat
rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran pernapasan, karena itu
jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk. Udara napas seperti
batuk dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada orang lain. Karena
bentuk penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar dengan
mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran napas
yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan menderita salesma (radang selaput
lendir pada hidung), tetapi sebagian besar mereka menjadi pneumonia karena
malnutrisi.
2.1.10 Prognosis
Prognosis untuk
tiap orang berbeda tergantung dari jenis pneumonia, pengobatan yang tepat, ada
tidaknya komplikasi dan kesehatan orang tersebut.
2.1.11 Komplikasi
1.
Efusi
pleura dan empiema
Terjadi pada
sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi bacterial akut berupa efusi
parapneumonik gram negative sebesar 60%, staphilokokus aurens 50%, S.pneumonia
40-60%, kuman anaerob 35%, sedangkan pada mycoplasma pneumonia sebesar 20%.
Cairannya transudat dan steril, terkadang pada infeksi bacterial terjadi
empiema dengan cairan eksudat.
2.
Komplikasi
sistemik
Dapat terjadi
akibat imvasi kuman atau bakteri berupa meningitis. Dapat juga terjadi
dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik, peningkatan ureum dan
enzim hati. Kadang-kadang terjadi peningkatan fosfatase alkali dam bilirubin
akibat adanya kolestatis intrahepatik.
3.
Hipoksemia
akibat gangguan disfusi.
4.
Pneumonia
kronik yang dapat terjadi bila pneumonia pada masa anak-anak tetapi dapat juga
oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau
hipogamaglobulinemia. Tuberkolosis atau pneumonia nekrotikans.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
- Identitas klien
Nama :
Umur :
Alamat :
Pendidikan :
Jenis kelamin :
Agama :
Status perkawinan :
Tanggal pengkajian :
Riwayat keluarga :
Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat kesehatan terdahulu :
Riwayat kesehatan keluarga :
Pemeriksaan fisik :
- Aktivitas
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi
terhadap aktivitas.
- Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardi, penampilan kemerahan,
atau pucat.
- Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual,
muntah, riwayat diabetes militus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering
dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi).
- Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah firontal
(influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
- Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada
(meningkatkan oleh batuk), imralgi, artralgi.
Tanda : melindungi area yang sakit
(tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan)
- Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis,
takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
a.
Sputum
: merah muda, berkarat
b.
Perpusi
: pekak datar area yang konsolidasi
c.
Premikus
: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
d.
Bunyi
nafas menurun
e.
Warna
: pucat/sianosis bibir dan kuku
- Keamanan
Geajala : riwayat gangguan system imun
misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda :berkeringat, menggigil berulang,
gemetar
- Penyuluhan
Gejala : riwayat mengalami pembedahan,
penggunaan alcohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rata-rata lama
dirawat 6-8 hari
Rencana pemulangan : bantuan dengan
perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah
3.2 Diagnosa keperawatan
- Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan terbentuknya eksudat pada alveoli, peningkatan produksi sputum
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kapasitas vital menurun
- Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler untuk mengeluarkan toksin dan batuk presisten
- Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang banyak (demam) dan penurunan intake oral
3.3
Intervenai
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan terbentuknya eksudat pada alveoli, peningkatan produksi
sputum
Tujuan : jalan nafas kembali bersih
dan efektif
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji jumlah atau kedalaman pernafasan
dan pergerakan dada
|
Evaluasi awal untuk melihat kemajuan
dari hasil intervensi yang telah dilakukan
|
Elevasi kepala, sering ubah posisi
|
Diafragma yang lebih rendah akan
membantu dalam meningkatkan ekspansi dada, pengisian udara, mobilisasi
|
Bantu klien dalam melakukan teknik
nafas dalam
|
Nafas dalam memfasilitasi ekspansi
maksimum paru-paru atau saluran udara kecil. Menahan dada akan membantu untuk
mengurangi ketidaknyamanan dan posisi tegak lurus akan memberikan tekanan
lebih untuk batuk
|
Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan kapasitas vital menurun
Tujuan : pertukaran gas dapat teratasi
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Observasi warna kulit, membrane mukosa
dan kuku, catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat
|
Sianosis kuku menggambarkan
vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam
|
Pertahankan bedrest. Anjurkan klien
untuk menggunakan teknik selaksasi dan aktivitas diversi ( hiburan)
|
Mencegah kelelahan dan mengurangi
konsumsi oksigen untuk memfasilitasi resolusi infeksi
|
Kaji tingkat kecemasan. Anjurkan untuk
menceritakan secara verbal. Monitor keadaan klien sesering mungkin, atur
pengunjung tinggal bersama klien
|
Kecemasan merupakan manifestasi dari
psikologis respon terhadap hipoksia. Memberikan ketentraman dan meningkatkan
perasaan aman akan mengurangi masalah psikologis.
|
Kolaborasi
Berikan terapi oksigen sesuai
kebutuhan, misal masker
|
Pemberian terapi oksigen untuk
memelihara PaO2 diatas 60 mmHg, oksigen yang diberikan sesuai
dengan toleransi dari klien
|
Nyeri akut berhubungan dengan
inflamasi parenkim paru, reaksi seluler untuk mengeluarkan toksin dan batuk
presisten
Tujuan : nyeri dapat teratasi
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Tentukan karakteristik nyeri
|
Nyeri dada biasanya timbul dalam
beberapa tingkatan, dapat juga menunjukan adanya komplikasi dari pneumonia
|
Berikan tindakan kenyamanan misal back
rubs, perubahan posisi, music lembut
|
Non analgesic tindakan dengan sentuhan
akan meringankan efek terapai analgesic
|
Kolaborasi
Berikan analgesic dan antitusif atas
indikasi
|
Obat ini digunakan untuk menekan batuk
nonproduktif dan mereduksi mucus yang berlebihan
|
Resiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang banyak
(demam) dan penurunan intake oral
Tujuan
: mendemonstrasikan keseimbangan cairan dengan tanda-tanda normal misal
membran mukosa lembab, tanda vital
stabil dan capillary refill cepat kembali
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji turgor kulit, kelembaban dari
membran mukosa ( bibir, lidah )
|
Indikator langsung terhadap kekuatan
volume cairan, meskipun membran mukosa mulut yang kering bias dikarenakan
pernapasan mulut dan oksigen suplemen
|
Monitor intake dan output, catat warna
dan karakter urine. Jumlahkan balance cairan. Perhatikan terhadap IWL
|
Memberikan informasi tentang adekuat
volume cairan dan kebutuhan untuk penggantian
|
Berikan cairan +2500 ml/hari atau
sesuai kebutuhan individu
|
Untuk mengembalikan pada kebutuhan
cairan tubuh normal mengurangi resiko dehidrasi
|
DAFTAR
PUSTAKA
Mansjoer,
arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, jilid
I. Media Aesculapius. Jakarta.
Mansjoer,
arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, jilid
II. Media Aesculapius. Jakarta.
Ngastiyah.
(1997). Perawatan Anak Sakit. EGC.
Jakarta.
Riyadi
sujono, suharsono. (2010). Asuhan
Keperawatan Pada Anak Sakit. Gosyen publishing. yogyakarta
1 komentar:
Posting Komentar